Kota Dalam Kemasan

02.46.00



Ini yang terjadi kalau kita begitu jauh.

Semua ini hanya tentang jarak dan tak lebih. Tentang jarak. Sebentar lagi sebatang rokok sisa udara dan seteguk lagi kopi dalam kemasan yang lima menit lalu kubeli di toko kelontong seberang habis tanpa tersisa didalamnya. Terasa begitu lama disini, dianak tangga yang entah keberapa kalau dihitung dari bawah hingga atas. Hari ini seperti hari- hari kemarin, hujan dari pagi sampai sore barulah berhenti, kadang hanya reda sesekali. Lalu sisa jalan menggenang, beserta klakson kendaraan sebagai latar suaranya. Iya, selalu begitu tiap sore. Sekarang dihadapanku ada tiga laku-laki tua yang duduk diantara satu meja, entah apa yang mereka bicarakan, mungkin tentang bisnis mereka yang tak mau kutahu lebih lanjut apa dan mengapa. Tepat disamping mereka, dimeja sebelah tepatnya yang baru saja salah satu penghuninya meminta salah satu kursi yang melingkar diantara meja yang kutempati. Satu keluarga besar, seorang ibu muda, ayah, lalu seorang ibu yang umurnya lebih tua, seorang nenek, dan dua anak laki-laki yang sedang mengunyah snack mereka. Bahagia bukan? saat senja duduk manis dengan pemandangan macet dan riuhnya kota. Dengan klakson kendaraan sebagai latarnya. Aku jadi tergiur memesan satu mangkuk bubur seperti yang sedang mereka santap.



Sepuluh meja berbentuk lingkaran hampir semua terisi, tiga masih sepi, satu dihindari karena basah kuyup sisa hujan. Ia tak berpayung seperti lainnya. 

Sial, kopiku sudah mau habis, sementara langit masih memar tak terlihat emas, oranye atau nila seperti warna senja seperti yang biasa kubaca dalam larik-larik puisi indah tentang, ya senja. Ditempat-tempat lain atau kursi-kursi yang nanti akan aku tempati sambil mengamati satu dan yang lainnya, yang hadir dalam senja kala kepulangan manusia-manusia yang entah rindu akan rumah atau sekedar melepas lelah dikursi dan meninggalkan remah-remah kegundahan diatas mejanya.

You Might Also Like

0 komentar

Facebook

Twitter